Sabtu, 14 November 2020

Anggota legislatif menjadi Tim sukses calon kepala pemerintahan (eksekutif) "Dimana Logikanya??"


Teori trias politika yang digagas oleh 𝘮𝘰𝘯𝘵𝘦𝘴𝘲𝘶𝘪𝘦𝘶 yg merujuk pada pemisahan kekuasaan yaitu eksekutif sebagai pelaksana UU, legislatif sbg pembuat uu, dan yudikatif sbg pengawas dari pelaksanaan uu. 

Namun tampaknya teori ini tidak sepenuhnya di pakai oleh hukum tata negara di indonesia, dimana untuk pembuatan uu dilakukan secara bersama sama oleh legislatif dan juga eksekutif, namun saya melihat eksekutif lebih berperan banyak soal uu, ya eksekutif disini menjadi ujung tombak apakah uu itu dapat dijalankan atau berlaku karena eksekutif berperan untuk melakukan penetapan terhadap suatu uu yg sebelum nya dibahas bersama-sama dengan legislatif, walaupun akhirnya jika 30 hari tidak ditandatangani oleh eksekutif setelah disahkan dalam paripurna oleh legislatif, otomatis uu itu akan berlaku (pasal 73 ayat 2 uu no 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan). 

Sering sekali kita mendengar bahwa banyak sekali calon-calon kepala pemerintahan di usung bahkan didukung oleh beberapa partai yang memiliki kursi di legislatif, dan memang itu salah satu syarat pencalonan, namun bukan berarti tidak boleh seorang calon kepala pemerintahan mencalon melalui jalur independen, itu juga dibolehkan dalam uu. 

Bahkan tidak sedikit pula anggota legislatif yang terang-terangan ikut berperan dalam kampanye pemilihan kepala pemerintahan(pilpres, pilgub, pilbup/pilwakot). 

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah anggota legislatif bisa profesional dalam menjalankan tugas nya terutama dalam bidang pengawasan jika seseorang yg diusung nya berhasil menduduki kursi pemerintahan?? 

Dimana logikanya anggota legislatif akan mengawasi/mengkritisi seorang kepala pemerintahan (eksekutif) yang sebelum nya di usung dan dimenangkan olehnya dengan menjadi salah satu tim suksesnya?? 

Mungkinkah dia akan berhadapan dengan seseorang yg dulu mati-matian didukungnya?? 

Lantas jika legislatif sudah ikut berpartisipasi dalam kontestasi politik eksekutif siapa yg akan melakukan check&balance? Rakyat?? Mahasiswa?? Atau butuh?? Lalu siapa yg dikatakan wakil rakyat jika rakyat, mahasiswa atau buruh juga harus turun tangan sendiri melawan kedzaliman rezim ini??? 

Jika dipahami secara seksama bagaimana mungkin seseorang yang harus nya saling mengawasi di dalam pemerintahan kini berjalan beriringan menikmati kekuasaan!! 

Tidak lengkap rasanya jika mengkritik tanpa memberikan solusi, harapan saya alangkah baiknya jika setiap calon kepala pemerintahan(eksekutif) mencalonkan melalui jalur independen, selain dapat menunjukkan kredibilitasnya juga dapat terlihat kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin yang layak untuk memimpin suatu pemerintahan.... 



Minggu, 01 November 2020

Paksa Undur Waktu Untuk Pilkada

 

Kisaran, 2 September 2020

 Sejumlah sanksi yang diatur di dalam peraturan Komisi Pemilahan Umum (KPU) yang baru dinilai belum mampu memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan.

Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Pilkada Serentak 2020 yang mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang pilkada yang menjadi landasan acuan disusunnya PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana Non-alam Covid - 19, dinilai menjadi penghambat bagi penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas.

Pakar Hukun Tata Negara Zainal Arifin Mochtar mengungkapnya, idealnya aturan protokol kesehatan diatur di dalam Undang-undang. Namun, jika hal itu tidak memungkinkan karena persoalan waktu, maka Presiden dapat menerbitkan perpu.

menurut dia, bila protokol kesehatan hanya di atur di dalam PKPU, tidak menutup kemungkinan hal itu justru akan memunculkan kerancuan kerancuan antara UU Pilkada dengan PKUPU itu sendiri. Sebab, UU dipandang sebagai peraturan umum yang berlaku pada saat keadaan biasa. sedangkan PKPU berlaku untuk Kondisi Khusus.

Hal itu pun turut diaamin oleh Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin. Menurut dia, Pengetatan aturan protokol kesehatan di dalam PKPU berpotensi digugat ke Mahkamah Agung.

"Seharusnya dengan Perppu. Karena PKPU harus selaras dengan Undang-undang. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi." kata Aziz dalam keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020) seperti dilansir dari Antara.

 


Dan dari beberapa pendapat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Asahan Khusus nya Anggota FDK mendukung  dan menyetujui Pengunduran waktu untuk melakukan Pilkada Sampai pada waktu yang tidak di tetapkan demi keselamatan dan kesehatan Masyarakat.


 Hery Setiawan

Hery Setiawan mengatakan saya melihat Postingan dari Humas Polri menghimbau kepada Masyarakat dengan Postingan yang berupa gambar Himbauan yang bertulisan "kalau kamu sayang keluarga mu, Yuk Dirumah aja", dari situ saya berpendapat untuk pemerintah lebih bijak lagi dalam bertindak, ini untuk keselamatan Masyarakat banyak, atau pemerintah membuat Trobosan-trobosan baru, mungkin seperti Pemilihan Online, itu pun kalau memang Efektif, jadi biar Pilkada berlanjut tapi kita di rumah aja.


 Rizki Kurniawan

di kuat lagi dari salah satu Mahasiswa yang merupakan Ketua FDK " pemilu lebih baik di tunda dalam waktu yang tidak di tentukan sampai kondisi keamanan kesehatan bisa terjamin, karena ketika pemerintah melakukan pemilu pada saat sekarang ini maka pemerintah mengabaikan hak rakyat untuk mendapatkan kesehatan, sebagaimana yang di jelaskan di UUD 1945 pasal 28h ayat 1
sudah lah pemerintah tidak mampu memberikan hak rakyat secara keseluruhan jadi  jangan juga membuat rakyat berada di dalam  situasi yg membahayakan kesehatannya"

 

inti nya kami menganggap Pilkada ini membahayakan kesehatan masyarakat, apa lagi kalau mengacu kepada Protokol Kesehatan yang salah satunya "Hindari Keramaian". Di Pandemik ini kita masih belum tau bahwa yang mengintai kita dengan melakukan Pilkada maka kita malah mendatangi Keramaian yang melanggar Protokol Kesehatan tersebut, Kami ingin Pemerintah Mempertimbangkan dan atau membuat Keputusan yang terbaik Untuk Bangsa Dan Negara ini, karena kami juga menganggap Pilkada juga bukanlah Hal yang sangat Mendesak. 


Referensi :

Kompas.com

Divisi Humas Polri 

Hal itu pun turut diamini oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Menurut dia, pengetatan aturan protokol kesehatan di dalam PKPU berpotensi digugat ke Mahkamah Agung. "Seharusnya dengan Perppu. Karena PKPU harus selaras dengan Undang-Undang. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi," kata Azis dalam keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020), seperti dilansir dari Antara.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perppu Pilkada Dinilai Mendesak untuk Diterbitkan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/09/25/17334371/perppu-pilkada-dinilai-mendesak-untuk-diterbitkan?page=all.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Dani Prabowo

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Sejumlah sanksi yang diatur di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) yang baru dinilai belum mampu memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Pilkada Serentak 2020 yang mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi landasan acuan disusunnya PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, dinilai menjadi penghambat bagi penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perppu Pilkada Dinilai Mendesak untuk Diterbitkan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/09/25/17334371/perppu-pilkada-dinilai-mendesak-untuk-diterbitkan?page=all.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Dani Prabowo

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Sejumlah sanksi yang diatur di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) yang baru dinilai belum mampu memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Pilkada Serentak 2020 yang mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi landasan acuan disusunnya PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, dinilai menjadi penghambat bagi penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perppu Pilkada Dinilai Mendesak untuk Diterbitkan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/09/25/17334371/perppu-pilkada-dinilai-mendesak-untuk-diterbitkan?page=all.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Dani Prabowo

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Sejumlah sanksi yang diatur di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) yang baru dinilai belum mampu memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo pun diharapkan dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Pilkada Serentak 2020 yang mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi landasan acuan disusunnya PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, dinilai menjadi penghambat bagi penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perppu Pilkada Dinilai Mendesak untuk Diterbitkan", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/09/25/17334371/perppu-pilkada-dinilai-mendesak-untuk-diterbitkan?page=all.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Dani Prabowo

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Kamis, 29 Oktober 2020

Pandangan Tentang UU Cipta kerja


Tanjungbalai 28 Oktober 2020 

Apriliandi Fakultas Hukum Universitas Asahan

 

Sejak dari tahun 1945 Indonesia mendeklarasikan Kemerdekaan kita, dan selama 74 Tahun Tanah air ini merdeka. Segala bentuk peraturan-peraturan perundang-undangan berubah-ubah dari zaman orde lama ke orde baru, dan bahkan sampai sekaran banyaknya Revisi-revisi Undang-undang yang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas kehidupan, dan peraturan-peraturan bermasyarakat.

akan tetapi Revisi-revisi Undang-undang yang di bentuk belakangan ini banyak menimbulkan Polemik, yang dianggap sebagian orang UU yang Kontroversial, belum puasnya masyarakat banyak tentang RUU KUHP, RUU KPK, dan di era sekarang Masyarakat di kejutkan kembali dengan adanya RUU CIPTA KERJA.

Diambil dari beberapa Sumber dan article banyaknya pendapat-pendapat sebagian kalangan yang menganggap UU CIPTA KERJA (Omnibus Law) ini sangat tidak Pro kepada Kaum buruh/pekerja malah akan lebih menguntungkan kelompok-kelompok pengusaha, terlepas dari Klarifikasi yang di sampaikan oleh DPR RI, Masyarakat masih menganggap ada nya Fakta yang masih disembunyikan dari Masyarakat terkait pengesahan UU tersebut, dengan belum di Publish nya draf terbaru dari UU tersebut maka sekelompok masyarat dan Mahasiswa akan melakukan pengawalan terhadap UU tersebut.